Sepuluh kilometer ke barat Cilegon, Jalan Raya Pos sampai ke Banten Lama, bekas pusat Kesultanan Banten. Sejarah panjang perlawanan Banten terhadap kekuasaan Kompeni dan kolonialisme mewariskan pada penduduknya sampai sekarang kebanggaan atas wilayah asalnya sebagai keturunan leluhur pelawan. Sebelumnya, berkat pelabuhannya di Teluk Banten dan hasil ladanya, bukan saja bandarnya menjadi Bandar internasional yang ramai, juga Banten sendiri sebagai kerajaan Syiwais menjadi besar dan kuat, membawahi sebagian Sumatra dan sebagian Kalimantan. Bangsa Eropa pertama yang mendarat di bandar Banten adalah Portugis pada 1522. Langsung saja terjadi persahabatan dan persekutuan. Soalnya Pan-Islamisme sporadik yang berkembang untuk melawan kekuasaan laut Portugis-Spanyol telah mengancam kerajaan Banten. Maka terhadap ancaman peng-Islam-an yang datang dari kerajaan Islam pertama Demak, Banten serta-merta menyambut gembira prakarsa Portugis hendak mendirikan benteng di Banten.
Jauh sebelum Daendels mendarat di Anyer, pada 1596 untuk pertama kali datang armada Belanda untuk berbelanja lada. Sebagaimana halnya dengan kedatangan Portugis tiga perempat abad sebelumnya, juga Belanda disambut dengan senanghati oleh Banten. Soalnya pada tahun tersebut, Pangeran Mohammad, pendiri Masjid Agung Banten, yang masih dapat disaksikan sampai sekarang, gugur dalam perang melawan
Dengan panji-panji Islam, Banten memperluas pengaruh dan kekuasaannya ke seluruh Jawa Barat dalam dekade pertama abad 17. Di sini kekuatan Banten tertumbuk pada kekuatan Mataram yang telah menundukkan seluruh Priangan dalam baris-jauh tentaranya untuk mengusir Kompeni Belanda dari
Kemudian terjadilah kisah nyata spionase untuk meruntuhkan Banten. Ini terjadi semasa pemerintahan Gubernur Jenderal van Imhoff. Bagaimana lagi? Pelabuhan Banten adalah bandar penumpukan komoditi perdagangan internasional yang berasal dari seluruh wilayah Kesultanan Banten dan dari tempat-tempat sepanjang Selat Sunda. Persaingan antara Banten dan
Si gadis Arab kemudian mengangkat kemenakannya sendiri menjadi putera mahkota Banten. Menyadari akan kekeliruannya, Sultan Arifin kehilangan akal warasnya. Suatu pemberontakan besar terjadi. Apalagi masih dalam hidupnya kemenakan si gadis Arab tersebut diangkat menjadi Sultan Banten. Gembira pada hasil usahanya, Gubernur Jenderal mengirimkan hadiah pada sultan baru pada hari penobatannya dan bukan tanpa hadiah-hadiah. Utusannya pun bukan orang sembarangan: Direktur Jenderal Jacob Mossel (kelak Gubernur Jenderal). Untuk menyelamatkan kemenangannya, Kompeni Belanda menangkap Arifin dan membuangnya ke
Rakyat Banten yang pendapatnya tentang sultan baru tidak dipinta, menjadi marah dan meledak pemberontakan besar pada Oktober 1750. Terkena sekali pukul tentara Ratu Fatimah hancur. Juga balabantuan Kompeni yang didatangkan dari
Fatimah sendiri, yang sudah tak dapat diharapkan sesuatunya oleh Kompeni, bersama dengan kemenakannya, Sultan Banten, oleh Belanda dinaikkanlah ke kapal dengan diam-diam dan disembunyikan di Pulau Edam/Damar di Teluk Batavia sampai meninggalnya pada tahun berikutnya. Pemberontakan rakyat terus berlanjut sampai jauh di kemudian hari. Tapi pada akhirnya Kompeni Belanda juga yang mendapatkan apa yang diharapkan: Banten menjadi bawahan Kompeni mengakhiri beberapa pergantian Sultan, dengan ancaman pemenuhan upeti komoditi kepadanya dan wilayah Banten akan jadi milik Kompeni bila syarat-syarat pada Sultan tak terpenuhi. Dengan demikian berakhir persaingan dagang antara Banten dan
Barangsiapa sampai ke Banten Lama, melihat masjid raya dan jalan-jalannya, dan teluknya, orang akan tercenung mengenangkan sejarah kerajaan Banten yang gelisah menjadi percobaan sejarah pertemuan antara Eropa, Belanda dan kolonialismenya, dan rakyat Banten dengan upayanya untuk tetap mandiri jadi dirinya sendiri.
Sudah sejak kedatangan bangsa-bangsa Eropa, Banten mencoba memperkuat diri dengan jalan mengadu-domba antara bangsa-bangsa tersebut: Belanda, Inggris. Tetapi apa pun yang diupayakan Banten, biar pun sementara ia berada di pihak yang mendapatkan keuntungan, pada akhirnya yang menguasai laut juga yang keluar sebagai pemenang. Akibat pengadudombaan itu Belanda menyingkir ke Jayakarta, mendirikan basis usaha sendiri, memblokade Teluk Banten, mendirikan Batavia, dan menggiring armada-armada dagang internasional ke pelabuhannya: Sunda Kelapa. Itu terjadi dalam dasawarsa kedua abad 17.
Banten semasa pemerintahan Sultan Ageng dalam paroh kedua abad 17 adalah kerajaan Pribumi pertama yang dengan sadar atau tidak menyerap kekuatan dari Eropa. Untuk itu semua pelarian Kompeni dari
(Dari buku : Jalan Raya Pos, Jalan Daendels - PRAMODYA ANANTA TOUR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar