Selasa, 21 September 2010

Zakat Profesi Pekerja

ZAKAT PROFESI
webZakat.com


Pengertian Profesi
Qardhawi10 menyatakan bahwa diantara hal yang sangat penting untuk
mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini, adalah penghasilan
pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang
dilakukannya secara sendiri maupun secara bersama-sama. Yang dilakukan
sendiri misalnya dokter, arsitek, ahli hukum, penjahit, pelukis, dan
lain sebagainya. Yang dilakukan secara bersama-sama, misalnya pegawai
(pemerintah maupun swasta) dengan menggunakan sistem upah atau gaji.
Wahbah Azzuhaily11 secara khusus mengemukakan kegiatan penghasilan atau
pendapatan yang diterima seseorang melalui usaha sendiri (wirausaha)
seperti dokter, insinyur, ahli hukum, penjahit dan lain sebagainya. Dan
juga yang terkait dengan pemerintah (pegawai negeri) atau pegawai swasta
yang mendapatkan gaji atau upah dalam waktu yang relatif tetap, seperti
sebulan sekali. Penghasilan atau pendapatan yang semacam ini dalam
istilah fiqh dikatakan sebagai al-maal al-mustafaad. Sementara itu,
fatwa ulama yang dihasilkan pada waktu mu'tamar internasional pertama
tentang zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan
dengan tanggal 30 April 1984 M, bahwa salah satu kegiatan yang
menghasilkan kekuatan bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang
menghasilkan amal yang bermanfaat, baik yang dilakukan sendiri, seperti
kegiatan dokter, arsitektur dan lainnya, maupun yang dilakukan secara
bersama-sama, seperti para karyawan atau para pegawai. Semua itu
menghasilkan pendapatan atau gaji.

Landasan Hukum Kewajiban Zakat Profesi
Semua penghasilan melalui kegiatan profesional tersebut, apabila telah
mencapai nisab, maka wajib dikenakan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-
nash yang bersifat umum, seperti misalnya firman Allah dalam Q.S. At-
Taubah (9): 103, Q.S. Al-Baqarah (2): 267 dan Q.S. Adz-Zaariyaat
(51): 19.
Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fi Dzilal Al-Quran12 ketika
menafsirkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 267 menyatakan,
bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal
dan mencakup pula seluruh yanng dikeluarkan Allah SWT dari dalam dan
atas bumi, seperti hasil-hasil pertanian, maupun hasil pertambangan
seperti minyak. Karena itu nash ini mencakup semua harta, baik yang
terdapat di zaman Rasulullah SAW., baik yang sudah diketahui secara
langsung, maupun yang dikiaskan kepadanya. Muhammad bin Sirin dan
Qathadaah sebagaimana dikutip dalam Tafsier Al-jaami' Li Ahkaam Al-
Quran13 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata "Amwaal" (harta)
pada Q.S. Adz-Zaariyaat (51): 19 adalah zakat yang diwajibkan, artinya
semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan, jika
telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan
zakatnya.
Sementara itu, para peserta Mu'tamar Internasional pertama tentang zakat
di Kuwait (29 Rajab 1404 H bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M)
telah sepakat tentang wajibnya zakat profesi apabila telah mencapai
nishab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.
Dalam pasal 11 ayat (2) BAB IV Undang-undang No. 38/1999 tentang
pengelolaan zakat, dikemukakan bahwa harta yang dikenai zakat adalah :
a. emas, perak, dan uang,; b. perdagangan dan perusahaan; c. hasil
pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan; d. hasil
pertambangan; e. hasil peternakan; f. hasil pendapatan dan jasa;
dan g. rikaz.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, setiap keahlian dan
pekerjan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupaun yang
terkait dengan pihak lain,seperti seorang pegawai atau karyawan, apabila
penghasilan dan pendapatannya mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan
zakatnya. Kesimpulan ini antara lain berdasarkan :
Pertama : Ayat-ayat Al-Quran yang bersifat umum yang mewajibkan semua
jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya.
Kedua : Berbagai pendapat para Ulama terdahulu maupun sekarang,
meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan
menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu "al-Amwaal", sementara
sebagian lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah "al-maal
al-mustafad" seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-fiqh alIslamy wa
Adillatuhu.
Ketiga : Dari sudut keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam
penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa
sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada
komoditi –komoditi tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat
ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus berzakat,
apabila hasil pertaniannya telah mencapai nisab. Karena itu sangat adil
pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada penghasilan yang
didapatkan para dokter, para ahli hukum, konsultan dalam berbagai
bidang, para dosen, para pegawai dan karyawan yang pemiliki gaji tinggi,
dan profesi lainnya.
Keempat : Sejalan dengan perkembangan kehidupan atau manusia, khususnya
dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi
ini akan semakin berkembang dari waktu kewaktu. Bahkan akan menjadi
kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di negara-negara industri
sekarang ini. Penetapan kewajiban zakat kepadanya, menunjukkan betapa
hukum islam sangat aspiratif dan responsif terhadap perkembangan zaman.
Afif Abdul Fatah Thabari14 menyatakan bahwa aturan dalam islam itu
bukan saja sekedar berdasarkan pada keadilan bagi seluruh umat manusia,
akan tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan kebutuhan hidup manusia,
sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman itu bebeda dan berkembang
dari waktu ke waktu.

Nishab dan cara mengeluarkan zakat profesi
Terdapat beberapa perbedaan pendapat para Ulama dalam menentukan nisab
dan cara mengeluarkan zakat profesi.
Pertama : Madzhab Empat berpendapat bahwa tidak ada zakat pada harta
kecuali sudah mencapai nishab dan sudah memiliki tenggang waktu satu
tahun15. Adapun nishabnya adalah senilai 85 gram emas dengan kadar
zakat sebesar 2,5%.
Kedua : Pendapat yang dinukil dari Syeikh Muhammad Ghazali yang
menganalogikan zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, baik dalam
nishab maupun persentase zakat yang wajib dikeluarkan, yaitu 10%16.
Ketiga : Pendapat yang menganalogikan zakat profesi ini pada dua
hal, yaitu dalam hal nishab pada zakat pertanian, sehingga dikeluarkan
pada saat diterimanya, dan pada zakat uang dalam hal kadar zakatnya
yaitu sebesar 2,5%17.
Pendapat yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat pertanian,
antara lain diambil dari pendapat sebagian sahabat seperti Ibn Abbas,
Ibn Mas'ud dan Muawwiyah. Dan juga dari sebagia taabi'in seperti Imam
Zuhri, Hasan Bashri, Makhul, Umar bin Abdul Azis, Baqir, Shadiq, Nashir
dan Daud Dzahiri18.
Keempat : Pendapat madzhab Imamiyyah yang menetapkan zakat profesi
sebesar 20% dari hasil pendapatan bersih. Hal ini berdasarkan pemahaman
merekaterhadap firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Anfaal (8): 4119. Menurut
mereka kata-kata ghanimtum dalam ayat tersebut, berma'na seluruh
penghasilan, termasuk gaji, honorarium dan pendapatan lainnya.
Pendapat yang menganalogikan zakat profesi dengan dua objek lainnya,
itulah pendapat yang paling mendekati kebenaran, dan yang paling mungkin
diikuti sekarang ini, karena dianggap yang paling maslahat, baik bagi
muzakki sendiri, maupun bagi para mustahik20 . Dari sudut nishab
dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima autsaq atau
senilai 653 kg beras atau gandum21 dan dikeluarkan pada saat
menerimanya misalnya setiap bulan bagi karyawan yang menerima gaji
bulanan, sama seperti zakat pertanian, dikeluarkan pada saat panen,
sebagaimana digambarkan dalam Q.S. Al-An'aam (6): 141. Penganalogian
dilakukan oleh karena ada kemiripan antara keduanya (al-syabah).

Jika hasil panen pada setiap musim berdiri sendiri tidak terkait dengan
hasil sebelumnya, demikian pula gaji upah yang diterima, tidak terkait
antara penerimaan bulan kesatu dengan bulan kedua dan seterusnya.
Berbeda dengan perdagangan yang selalu terkait antara bulan pertama
dengan bulan kedua dan seterusnya sampai dengan jangka waktu satu tahun
tutup buku.
Dari sudut kadar zakat, dianalogikan pada zakat uang, karena memang
gaji, honorarium, upah dan yang lainnya, pada umumnya diterima dalam
bentuk uang. Karena itu kadar zakatnya adalah sebesar rub'ul usyri atau
2,5%22.
Qiyas syabah, yang digunakan dalam menetapkan kadar dan nishab zakat
profesi pada zakat pertanian dan zakat nuqud, adalah qiyas 'illat
hukumnya ditetapkan melalui metoda syabah23. Contoh Qiyas syabah yang
dikemukakan oleh Muhammad Al-Amidy24 adalah hamba sahaya yang
dianalogikan pada dua hal yaitu pada manusia (nafsiyyah) menyerupai
orang yang merdeka (Al-hurr) dan dianalogikan pula pada kuda karena
dimiliki dan bisa diperjualbelikan di pasar.
Atas dasar keterangan tersebut diatas, jika seorang konsultan
mendapatkan honorarium misalnya lima juta rupiah, dan ini sudah mencapai
nishab, maka pada saat menerimanya, ia harus mengeluarkan zakatnya
sebesar 2,5%. Demikian pula profesi lainnya, baik yang dilakukan
sendiri, seperti dokter, arsitektur, maupun yang dilakukan yang terkait
dengan fihak lain, seperti pegawai dan karyawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar