Senin, 27 September 2010

Asal Usul Gunung Merapi


  • Asal Usul - BAGAIMANA cerita terjadinya Gunung Merapi? Bila kita berada di wilayah Kawastu, kalangan
    penduduk di sana masih mempercayai bahwa Gunung Merapi adalah penjelmaan dari
    perubahan Gunung Jamurdipo. Menurut cerita yang beredar di sana, sebagaimana
    diungkapkan Lucas Sasongko Triyoga dalam bukunya, Manusia Jawa dan Gunung Merapi
    (Gadjah Mada University Press, 1991), sewaktu Pulau Jawa diciptakan para desa, keadaannya
    tidak seimbang. Karena miring ke barat. Ini disebabkan di ujung barat terdapat Gunung
    Jamurdipo.
    Atas prakarsa Dewa Krincingwesi, gunung tersebut dipindahkan ke bagian tengah agar terjadi
    keseimbangan. Pada saat yang bersamaan, di tengah Pulau Jawa terdapat dua empu kakak
    beradik,
    yakni Empu Rama dan Permadi. Keduanya tengah membuat keris pusaka Tanah Jawa.
    Mereka oleh para dewa telah diperingatkan untuk memindahkan kegiatannya tetapi keduanya
    bersikeras. Mereka tetap akan membuat pusaka di tengah Pulau Jawa. Maka, Dewa
    Krincingwesi murka. Gunung Jamurdipo kemudian diangkat dan dijatuhkan tepat di lokasi
    kedua empu itu membuat keris pusaka. Kedua empu itu, akhirnya meninggal. Terkubur
    hidup-hidup karena kejatuhan Gunung Jamurdipo. Untuk memperingati peristiwa tersebut,
    Gunung Jamurdipo kemudian diubah menjadi Gunung Merapi. Artinya, tempat perapian Empu
    Rama dan Permadi. Roh kedua empu itu kemudian menguasai dan menjabat sebagai raja dari
    segala makhluk halus yang menempati Gunung Merapi.
    Mitos tentang asal-usul Gunung Merapi ini ternyata juga muncul dengan versi lain di Korijaya.
    Menurut cerita yang terjadi di sana, ketika di dunia ini belum terdapat kehidupan manusia
    kecuali para dewa di Kahyangan, keadaan dunia pada saat itu tidak stabil, miring dan tidak
    seimbang. Batara Guru lantas memerintahkan para dewa untuk memindahkan Gunung
    Jamurdipo yang semula terletak di Laut Selatan, agar Pulau Jawa menjadi seimbang. Gunung
    itulah yang kemudian dijadikan batas utara Jogyakarta. Sebelum Batara Guru memerintahkan
    para dewa untuk memindahkan gunung itu, Empu Rama dan Permadi diutus membuat keris
    pusaka Tanah Jawa. Padahal gunung itu akan dipindahkan di tempat kegiatannya. Karena
    kedua empu itu diperintah Batara Guru, tak maulah mereka pindah dari situ. Sebab, ada sabda
    pandhita ratu, datan kenging wola-wali. Artinya, perkataan ratu tidak boleh berubah-ubah atau
    plin-plan.
    Maka, terjadilah pertempuran. Empu Rama dan Permadi menang atas dewa-dewa. Mendengar
    hal itu, Betara Guru lantas memerintahkan Batara Bayu agar kedua empu itu dihukum. Dikubur
    hidup-hidup karena membangkang Jamurdipo. Akhirnya, menurut mitos itu, Jamurdipo ditiup
    dari Laut Selatan oleh Batara Bayu dan terbang kemudian jatuh tepat di atas perapian.
    Kejadian ini akhirnya mengubur mati kedua empu yang dinilai pembangkang itu. Karena
    dipindahkan ke perapian, maka Gunung Jamurdipo akhirnya dinamakan Gunung Merapi.
    Kedua empu itu akhirnya menjadi penguasa makhluk halus yang tinggal di Merapi.
    Sesudah peristiwa itu, Barata Narada diutus Batara Guru untuk memeriksa Gunung Merapi.
    Ternyata ia menemukan ular naga yang belum menghadap para dewa karena terhalang air
    mata gunung yang bernama Cupumanik. Narada kemudian membawa Cupumanik menghadap
    para dewa. Cupumanik yang menyebabkan semuanya jadi terlambat, akhirnya dihukum mati.
    Tetapi Batara Guru murka melihat kenyataan, bahwa Cupumanik menggunakan kesaktiannya
    sehingga hukuman mati itu tak membawa hasil.
    Oleh Batara Guru tubuh Cupumanik kemudian diangkat dan dibanting di atas tanduk lembu
    Andini. Andini adalah kendaraan pribadi Batara Guru. Tubuh Cupumanik hancur lebur,
    berantakan dan dari tubuhnya muncul seorang putrid cantik. Namanya Dewi Luhwati. Akibat
    bantingan yang luar biasa itu, salah satu tanduk Andini patah menjadi dua. Sedang kecantikan
    Dewi Luhwati membuat Batara Guru terpesona dan jatuh cinta.


    Tentang asal usul nama Merapi ini, menurut Lucas, terdapat versi lain yang beredar di
    kalangan abdi dalem khususnya yang melaksanakan upacara Labuhan ke Merapi. Konon, di
    bumi telah berdiri beberapa kerajaan yang saling berperang. Salah satu kerajaan itu, yakni
    Mamenang, merupakan kerajaan pemenangnya. Kerajaan itu berada di bawah pimpinan
    Maharaja Kusumawicitra.
    Waktu itu Resi Sengkala atau Jaka Sengkala atau Jitsaka— kalangan umum menyebutnya
    Ajisaka— telah memberikan nama-nama gunung di seluruh Jawa. Sebelum datang ke Pulau
    Jawa, sang resi adalah raja yang bertahta di Kerajaan Sumatri. Karena kemenangan Maharaja
    Kusumawicitra itu, maka segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya diganti namanya
    disesuaikan dengan kebudayaan Mamenang.
    Misalnya nama Gunung Candrageni, yang semua diberi nama Ajisaka, lantas diganti menjadi
    Gunung Merapi. Begitu pula dengan Gunung Candramuka, diubah menjadi Gunung Merbabu.
    Sehingga kita mengenal nama Gunung Merapi dan Merbabu. Begitu pula dengan Gunung
    Wilis, Gunung Sumbing, Gunung Lawu, Gunung Arjuna yang kita kenal sekarang itu adalah
    nama-nama yang diberikan oleh Maharaja Kusumawicitra.
    Sumber Tulisan http://www.my-rockmusic.com

  • 4 komentar:

    1. apik tenan... nambah pengetahuan.

      Salam yo kang....Aku yo cah Mediun.., penere Deso Purworejo, Uteran - Geger.... belakang Kantor POS & Giro Uteran.

      Wassalam.

      BalasHapus
    2. 0ke om ...
      cedak kok karo nggonku, aku neng uteran juga, lor bale deso uteran pas sing ono toko "39". Tapi saiki neng bogor....

      BalasHapus
    3. wedeww....keren gan...ijin copas di blog saya ya.....

      BalasHapus
    4. oce om boleh kok ...

      buat nambah pengetahuan ...

      salam

      BalasHapus